Contoh Kasus Wawasan Nasional Bangsa Indonesia
Permasalahan Pusat dan Daerah
Pada dasarnya, permasalahan pusat dan daerah tersebut berdasar pada 3 pokok
masalah:
a. Permasalahan kekuasaan yang sentralistis. Pemerintahan Orde Baru,
dianggap sangat sentralistis dalam menjalankan kekuasaan. Banyak hal yang
ditentukan oleh pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dipandang
seakan-akan hanya sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah pusat. Akibatnya,
aspirasi daerah ditutup dengan mengedepankan justifikasi “stabilitas dan
kepentingan nasional”. Hal ini menimbulkan perasaan dehumanisasi pada masyar
akat di daerah.
b. Permasalahan pembagian keuangan. Dalam menjalankan kebijakan ekonomi,
pemerintah pusat selama Orde Baru juga sangat sentralistis. Sebagian besar
hasil-hasil yang didapat daerah, harus diserahkan kepada pemerintah pusat.
Dalam kasus Aceh misalnya, pada tahun anggaran 1998/999, 91,59% hasil-hasil
daerah diserahkan kepada pusat. Dengan demikian berarti daerah (Aceh) hanya
mendapat “tetesan” 8,41% dari hasil buminya sendiri. Fenomena itu, bukan
hanya terjadi di Aceh, tetapi juga di tempat-tempat lain Indonesia. Praktik
pemerintahan seperti itu, menimbulkan perasaan bahwa daerah seakan hanyalah
“sapi perahan” dari pemerintah pusat. Meskipun kenyataannya pemerintah pusat
memberikan “subsidi daerah otonom” (SDO) pada setiap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), tetapi paradigma yang berlaku bahwa SDO tersebut
adalah “kebaikan hati” pemerintah pusat kepada daerah. Padahal, dana untuk
SDO tersebut, sebagian didapatkan dari daerah juga.
c. Permasalahan budaya. Pemerintah Orde Baru mengedepankan wawasan “budaya
nasional”. Meskipun dipropagandakan bahwa budaya daerah adalah kekayaan
budaya nasional, namun dalam praktiknya sering terjadi marjinalisasi
terhadap budaya daerah. Padahal, kendati sebagai negara kesatuan, Indonesia
terdiri dari ribuan budaya dari bermacam suku-suku bangsa. Bahkan, dari satu
suku bangsa, terdapat sub-sub kultur yang berbeda. Perbedaan budaya tersebut
membawa konsekuensi pada perbedaan atau keragamam paradigma dalam
menjalankan kekuasaan dan implementasi kebijakan. Kondisi itu, seakan
diabaikan dan dianggap tidak begitu penting. Bahkan dalam banyak kasus,
terjadi penyeragaman praktik budaya. Hal itu, menimbulkan resistensi yang
mendasar, karena budaya sesungguhnya tetap hidup dalam bawah sadar manusia,
tidak dapat dihilangkan dengan upaya penyeragaman.
Pengembangan dirgantara berdasarkan pemikiran mengenai dua hal yang
mendasar yaitu dimensi kewilayahan dan dimensi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara :
a. Dimensi kewilayahan.
Kondisi dan konstelasi daratan dan perairan Indonesia ditinjau dari segi
konfigurasi geografinya merupakan wilayah perairan yang ditaburi ribuan
pulau-pulau besar dan kecil. Wilayah daratan dan perairan Indonesia
yang membentang di khatulistiwa memiliki bentangan terpanjang diantara
negara-negara didunia, menempati posisi silang diantara dua benua yaitu
Benua Asia, Benua Australia serta berada diantara dan sekaligus
pertemuan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Memiliki potensi yang cukup besar dalam mengembangkan
pendayagunaan dirgantara dan pelestariannya.
Topografi daratan wilayah Indonesia merupakan pegunungan dengan
gunung-gunung berapi, memilik garis pantai terpanjang didunia (hampir
dua kali lingkaran bumi), juga dihuni oleh jumlah penduduk yang besar
terdiri dari berbagai suku, budaya dan tradisi serta pola kehidupan yang
beraneka ragam. Dengan pola kehidupan yang beragam menjadikan
Laporan Kongres Kedirgantaraan Nasional Kedua, Jakarta, 22-24 Desember 2003
6
pendayagunaan dirgantara mempunyai nilai strategis dalam
mengembangkan segenap aspek kehidupan bangsa Indonesia yaitu
Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan
baik dalam lingkungan nasional maupun Internasional. Oleh karena itu
pendayagunaan daratan dan perairan serta kehidupan diatas muka bumi
harus memperhatikan pelestarian alam dirgantara dan tata ruang muka
bumi.
Kekhasan lain dalam kaitannya dengan pendayagunaan dirgantara oleh
bangsa Indonesia ialah bahwa penempatan dan pengoperasian wahana
antariksa pada titik-titik dan orbit-orbit tertentu di antariksa mempunyai
manfaat besar untuk keperluan pengamatan bumi dan lingkungan, dan
keperluan komunikasi sekaligus sebagai salah satu lokasi yang tepat
bagi penelitian perubahan iklim global.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, bangsa Indonesia memandang
bahwa wilayah daratan dan perairan Indonesia dengan kondisi dan
konstelasi geografinya, dan dirgantara diatasnya dengan ciri-ciri dan
kondisinya merupakan satu kesatuan wilayah atau kawasan dalam
mengembangkan kehidupannya yang mampu mendayagunakan
dirgantara dalam mengembangkan kehidupannya guna merealisasikan
aspirasi dan cita-citanya.
b. Dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Pemahaman terhadap Konsepsi Kedirgantaraan Nasional, dikembangkan
melalui pemikiran dengan tinjauan terhadap fenomena kehidupan
yang berkaitan dengan kedirgantaraan, meliputi “Wadah”, “Isi” dan “Tata
Laku” bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Yang dimaksud “wadah” dalam Konsepsi Kedirgantaraan Nasional
adalah segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
yang meliputi daratan, perairan, dan dirgantara diatasnya yang terdiri dari
ruang udara sebagai wilayah kedaulatan dan antariksa sebagai kawasan
kepentingan nasional yang dalam pendayagunaan dirgantara dapat untuk
pengembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Yang dimaksud dengan “Isi”, adalah aspirasi bangsa Indonesia dalam
pendayaan dirgantara dalam rangka mewujudkan cita-cita sebagaimana
dimuat dalam pembukaan UUD 1945, yaitu negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Rakyat termotivasi dan
terdorong dalam pendayagunaan dirgantara sebagai bagian dari segenap
upaya bangsa dalam mencapai tujuan nasional maupun mewujudkan
cita-cita nasional. Dalam kaitan ini bangsa Indonesia bertekad untuk
bersatu padu dalam mewujudkan aspirasi dan cita-citanya melalui
pendayagunaan dirgantara dalam kondisi tegaknya kedaulatan atas
wilayah udara nasional dan terwujudnya pengakuan Internasional atas
Laporan Kongres
Tidak ada komentar:
Posting Komentar